Lihat versi docx: https://www.dropbox.com/s/q6ebk3khw68l8ot/Charlie%20Hebdo.docx?dl=0
Terorisme telah memporak-porandakan kepastian hidup
sehari-hari. Teroris memproduksi ketakutan, mengobarkan kecemasan, mematikan
kreativitas dan nilai-nilai yang memanusiawikan manusia. Bangsa Indonesia, atau
bangsa siapapun dan manapun tidak mengelak dari realitas dentuman di Bali yang
demikian horrible, sebuah kata yang sangat pahit.
Orang tidak mungkin berkoar-koar tentang konsep kebangsaan dengan mengedepankan budaya senyum dan keramahan dengan adanya serang terorisme tersebut. Terorisme tidak mendadak, tidak terjadi dalam sehari. Pelaku terorisme tidak bodoh, melainkan disiplin, tekun, jitu dalam sasaran, mereka berlatih, bermotivasi kokoh. Mereka selalu berupa jaringan, kelompok, tim pasukan, mafia, komando, organisasinya rapi.[1] “Terorisme bukanlah wacana, melainkan gerakan, bukan sekedar menyebar ketakutan, tetapi juga meluluhlantakkan peradaban. Teorisme itu action, bukan hanya faham. Setiap action memiliki motivasi, konpensasi perjuangan, dan filosofi tindakan.
Orang tidak mungkin berkoar-koar tentang konsep kebangsaan dengan mengedepankan budaya senyum dan keramahan dengan adanya serang terorisme tersebut. Terorisme tidak mendadak, tidak terjadi dalam sehari. Pelaku terorisme tidak bodoh, melainkan disiplin, tekun, jitu dalam sasaran, mereka berlatih, bermotivasi kokoh. Mereka selalu berupa jaringan, kelompok, tim pasukan, mafia, komando, organisasinya rapi.[1] “Terorisme bukanlah wacana, melainkan gerakan, bukan sekedar menyebar ketakutan, tetapi juga meluluhlantakkan peradaban. Teorisme itu action, bukan hanya faham. Setiap action memiliki motivasi, konpensasi perjuangan, dan filosofi tindakan.
Terorisme merupakan kejahatan terhadap peradaban dan
merupakan salah satu ancaman serius terhadap kedaulatan tiap negara. Karena
terorisme sudah merupakan kejahatan yang bersifat internasional yang menimbulkan
bahaya terhadap keamanan, perdamaian dunia serta merugikan kesejahteraan
masyarakat, sehingga perlu dilakukan pemberantasan secara berencana dan
berkesinambungan. Dengan demikian, hak asasi orang banyak dapat dilindungi dan
dijunjung tinggi. Komitmen masyarakat internasional dalam mencegah dan
memberantas terorisme sudah diwujudkan dalam berbagai konvensi internasional
yang menegaskan bahwa: terorisme merupakan kejahatan yang mengancam perdamaian
dan keamanan umat manusia. Atas dasar itu, seluruh anggota PBB termasuk
Indonesia, wajib mendukung dan melaksanakan resolusi Dewan Keamanan PBB yang
mengutuk dan menyerukan seluruh anggota PBB untuk mencegah dan memberantas
terorisme melalui pembentukan peraturan perundang-undangan nasional negaranya.[2]
Tujuan-tujuan terorisme adalah: (1) Mempublikasi suatu
alasan lewat aksi kekejaman, karena hanya lewat aksi semacam itu publikasi yang
cepat dan massif dimungkinkan; (2) Aksi balas dendam terhadap rekan atau
anggota kelompok; (3) Katalisator bagi militerisasi atau mobilisasi massa; (4)
Menebar kebencian dan konflik interkomunal; (5) Mengumumkan musuh atau kambing
hitam; (6) Menciptakan iklim panik massa, menghacurkan kepercayaan publik
terhadap pemerintah dan polisi. [3] Berdasarkan tujuan dari aksi terorisme
tersebut, maka tipologi terorisme[4]
dapat dibagi dalam beberapa tipe, yaitu: Pertama, Terorisme epifenomenal (teror
dari bawah) Tujuan: tanpa tujuan khusus, suatu hasil samping kekerasan
horisontal berskala besar. Ciri-ciri: tak terencana rapi, terjadi dalam konteks
perjuangan yang sengit. Kedua, Terorisme revolusioner (teror dari bawah)
Tujuan: revolusi atau perubahan tadikal atas sistem yang ada. Ciri-ciri: selalu
merupakan fenomena kelompok, struktur kepemimpinan, program, ideologi,
konspirasi, elemen paramiliter. Ketiga, Terorisme subrevolusioner (teror dari
bawah) Tujuan: motif politis, menekan pemerintah untuk mengubah kebijakan atau
hukum, perang politis dengan kelompok rival, menyingkirkan pejabat tertentu.
Ciri-ciri: dilakukan oleh kelompok kecil, bisa juga individu, sulit diprediksi,
kadang sulit dibedakan apakah psikopatologis atau kriminal. Keempat, Terorisme
represif (teror dari atas/terorisme negara). Tujuan: menindas individu atau kelompok
(oposisi) yang tidak dikehendaki oleh penindas (rejim otoriter/totaliter)
dengan cara likuidasi. Ciri-ciri: berkembang menjadi teror massa, ada aparat
teror, polisi rahasia, teknik penganiayaan, penyebaran rasa curiga di kalangan
rakyat, wahana untuk paranoia pemimpin.[5]
Cara Hantam Islam Lewat “Charlie
Hebdo” [6]
Dunia selalu dibuat tidak nyaman oleh sekolompok/pihak yang
ingin meraup keuntungan financial, idiologis dan sosial dari opini dan tindakan
yang mereka lakukan. Padahal dunia telah sepakat melalui Perserikatan Bangsa
Bangsa untuk menjaga persatuan dan keamanan, menjaga kemerdekaan seluruh bangsa
untuk menciptakan kesejahteraan dan kedamaian. Namun kenyataannya hingga
sekarang dunia khususnya timur tengah hinggar bingar dengan perang dan
kerusuhan. PBB dan dunia seolah terutama jika menimpa dan terjadi pada umat
Islam. Walapupun di depan mata telah banyak orang terbunuh dan dirampas haknya.
Lihat saja kasus di Palestina, Syiria dan Libya dan seterusnya, dunia
membiarkan bahkan tutup mata.
Namun beda halnya dengan kasus di Prancis, dari tangan
tangan para pembenci Islam lewat karikatur kemudian menimbulkan kebencian dan
berujung pada pembunuhan. Dunia mengutuk atas tindakkan tersebut bahkan
diarahkan pada deskriminasi terhadap umat Islam di Parncis dan tujuan utamanya
Islamphobia. USA dan Israel gagal membangun opini Teroris lewat Al Qaida dan
ISIS, sekarang membuat mainan baru lagi melalui Charlie Hebdo[7].
Presiden Prancis Francois Hollande mendorong rakyatnya untuk
bersatu, usai drama penyerangan yang terjadi di Paris. Hollande menegaskan
serangan itu tak ada hubungan dengan Islam. “Orang-orang fanatik ini tidak ada
hubungannya dengan kepercayaan umat Muslim. Persatuan adalah senjata terbaik
bagi kita,”[8]
Said Kouachi dan Cherif Kouachi menjadi tersangka utama
dalam serangan yang terjadi di kantor Charlie Hebdo pada Rabu, 7 Januari 2015.
Keduanya tewas ketika pasukan Prancis mengepung mereka di sebuah pabrik cat,
pada Jumat, 9 Januari 2015.
Sementara pelaku penyerangan ketiga, adalah pelaku
penembakan terhadap seorang polisi wanita di Montrouge, pada Rabu. Dirinya
kemudian melakukan penyanderaan di toko kelontong Yahudi dan membunuh empat
orang sandera di hari yang sama ketika Kouachi bersaudara terkepung polisi.
Pelaku penyerangan ini akhirnya tewas di tangan pasukan
polisi yang berupaya untuk mengakhiri drama penyanderaan. Saat ini masih
diselidiki apakah penyerang ketiga ini memiliki kaitan dengan pelaku
penyerangan di Charlie Hebdo.
Guna memberikan penghormatan kepada warga tidak bersalah
yang tewas dalam dua drama penyerangan itu, beberapa politikus, aktivis dan
institusi keagamaan berencana untuk melakukan long march bersama pada Ahad, 11
Januari 2015.
Hollande mengatakan, dirinya dan beberapa pemimpin dunia
lain akan berpartisipasi dalam acara peringatan tersebut. Mereka yang
menyatakan kehadirannya antara lain Kanselir Jerman Angela Merkel, Presiden
Dewan Eropa Donald Tusk. Perdana Menteri Inggris, Italia dan Spanyol juga
mengkonfirmasi kehadirannya. Menurut Hollande ancaman terhadap Prancis tidak akan
berhenti di sini. Jadi dia memperingatkan untuk tetap waspada.
Sebagaimana telah diketahui dari berbagai
media massa, serangan paling mematikan dan menampar wajah keamanan Prancis
khususnya di kota Paris terhadap kantor majalah Charlie Hebdo telah terjadi. Majalah
mingguan Charlie Hebdo yang mulai beroperasi pada 1972[9] oleh beberapa pendiri
pertamanya, Georges Bernie dan Francois Cavanna beroplah rata-rata 45 ribu
eksemplar per minggu itu menjadi majalah yang diminati di Perancis karena
kritikannya melalui tema-tema kontroversial dan tajam atas sejumlah isu atau
tema yang sedang populer saat edisi tersebut diterbitkan.
Serasa tak memilih lagi tema apa yang paling
tepat dan tak mampu lagi memisahkan ketersinggungan pihak lain, majalah satir
(lucu) tersebut tak pandang bulu meledek siapapun. Beberapa diantaranya adalah
Nabi Muhammad SAW serta Paus Johanes Paulus dan tokoh lainnya.
Mantan presidennya sendiri, Charles de Gaulle
juga pernah disindir dalam kartun mereka pada edisi 9 November 1970 yang
mengaitkan kematiannya dengan terbakarnya Night
Club “Ching” yang meranggut nyawa 146 pengunjungnya. Kontan saja majalah
ini dibekukan terbit untuk dua kali edisi terbit.
Tema yang paling sering diangkat adalah masalah
politk, kebudayaan dan rasis berkaitan dengan Islam, Yahudi dan Kristen
bernuansa isu permusuhan (provokatif) meski dikemas dalam teks yang lucu dalam
filosofi editor majalah tersebut. Akibatnya, pemerintah Perancis sendiri
pernah beberapa kali kebakaran
jenggot dan mengingatkan
majalah tersebut agar berhati-hati dalam memuat tema-tema pilihan mereka,
seperti yang disampaikan oleh mantan Presiden Jackues Chirac atas penerbitan
kartun yang meresahkan edisi 9 Februari 2006. “Apapun yang melukai keyakinan
orang lain dalam agama tertentu harus dihindari,” katanya merespon protes beberpa negara
arab dan dunia serta organisasi forum muslim Perancis (CFCM).
Pada 2009, Charlie Hebdo (CH) pernah dikenakan
denda €90.000 akibat mengejek Yahudi Ortodoks menjadi tukang dorong kereta
pasien Arab dengan judul “Üntouchanles 2″.
Meski idea tersebut telah memberi inspirasi pada produksi sebuah film, apa daya
protes Yahudi di seluruh dunia membuat geram Menlu, Laurent Fabius pada saat
itu.
Pada 2 November 2011, kantor CH dibom oleh pelaku
yang belum terungkap beberapa hari setelah menerbitkan kartun yang dibuat khusus
oleh chief editor Stephane Charbonnier yang dikenal dengan sebagai Chab
pada setiap karya. Karya terakhir Chub tentang sosok pemimpin ISIS mencium
majalah tersebut dengan tulisan “Semoga sehat-sehat saja” mungkin sebagai
ekspresi kebebasan yang mereka duga hal yang biasa di Perancis.
Edisi September 2012, kembali menerbitkan kartun
satir yang merendahkan Nabi Muhammad SAW. Protes tesebut membuat pemerintah
Perancis menutup 20 kantor Dubes dan konsulatnya di 20 negara Islam dan
meningkatkan kewaspadaan di seluruh kantornya di negara tertentu.
Sepanjang 2014 juga menerbitkan sejumlah
karikatur dan kartun yang menyinggun sejumlah penganut agama dan tokoh penting
namun tidak ada yang menimbulkan protes secara terbuka. Kontroversial yang
disemai majalah tersebut mengakibatkan kantor Charlie Hebdo diserang oleh
dua teroris yang menewaskan 12 orang termasuk Charb dan 4 teman editor di
dalamnya.
Penyerang
keluar dari kantor tersebut dengan sangat cepat sambil menembak tewas 2 polisi
bersepeda motor yang melintas di depan mereka lalu masuk ke dalam kendaraannya
sambil berteriak keras, “Katakan pada media massa, kami dari Al-qaeda Yaman..”
(Al-Qaeda Arabian Peninsula, atau dikenal dengan Al-Qaeda AP.
Sampai saat ini pihak keamanan Perancis
bekerjasama dengan Intepol Perancis di Paris bertekad mengejar dan menemukan
pelaku teror tersebut. Polisi menyatakan ada 3 orang bersenjata di lokasi saat
peristiwa tersebut.[10] Tampaknya kebebasan
berekspresi, mengeluarkan pendapat dalam karya seni di Perancis kini
kebablasan. Selain mendapat kecaman juga mendapat ancaman serius. Kebebasan
dalam konstelasi jurnalisme yang diusung Perancis tampaknya mulai menuai
masalah dengan terjadinya serangan teroris. Paling tidak memberi signal tentang
perlu juga menjaga kebebasan orang lain dalam berbagai hal.
[1] Bahtiar Marpaung, “Aspek Hukum
Pemberantasan Terorisme di Indonesia,” Jurnal
Kriminologi Indonesia, 2: 2 (Jakarta, Desember 2002), h. 120 – 121.
[2] Wahid, Abdul;
Sunardi dan Muhhamad Imam Sidik. Kejahatan Terorisme: Perspektif Agama, HAM
dan Hukum. (Refika Aditama. Bandung, 2003) h. 10 - 15
[3] Hardiaman, F.
Budi, et.al. Terorisme: Defini, Aksi dan Regulasi. (Jakarta: Imparsial
Koalisi untuk Keselamatan Sipil, 2003) h. 49 – 75.
[4] Hardiaman, op.cit.
[5] Hardiaman, loc.cit.
[8] Lihat http://www.wsj.com/video/francois-hollande-all-measures-have-been-deployed/A1AD5603-5BD6-48C1-BF8A-7FFA7DB8D061.html
1/9/2015 7:39AM
[9] McNab 2006, "Georges
Bernier, dengan nama asli 'Professor Choron', merupakan pendiri dan direkur
dari Majalah Satir Hara Kiri, yang
kemudian judulnya diubah menjadi Charlie Hebdo pada tahun 1970-an”. h. 26.
[10] Lihat http://www.interpol.int/en/News-and-media/News
No comments:
Post a Comment