Sebagian orang memang kelihatannya tidak ingin untuk
terbebas dari masalah. Jika mereka sedang tidak punya cukup masalah yang bisa
dikhawatirkan, mereka akan menyetel sinetron televisi untuk mengkhawatirkan
persoalan tokoh-tokoh fiksi di dalamnya. Banyak juga yang merasa bahwa
ketegangan membuat mereka lebih “hidup”; mereka menganggap penderitaan sebagai
hal yang mengasyikkan. Agaknya mereka tidak ingin bahagia, karena mereka
mau-maunya begitu melekat pada beban mereka.
Di dunia
ini, kita merasa cemas, putus asa, frustrasi, jengkel, kesal, kecewa,
ketidaknyamanan, kesedihan, kesakitan dan rasa jijik. Kita jatuh sakit dan kita
menderita. Itu adalah penderitaan dan penderitaan itulah yang disebut penderitaan
atau dukkha (duka). Semuanya timbul dan tenggelam. Kita menikmati
keberuntungan yang muncul dan keberuntungan itu tidak kekal melainkan akan
suatu pergi pada suatu hari. Manusia dilahirkan dan pasti akan meninggal. Itu
adalah penderitaan/dukkha.
Kita menaiki suatu bus dan kadang-kadang kita harus duduk di samping orang yang
kelihatannya sangat tidak menyenangkan bagi kita. Itu adalah penderitaan. Jika Anda bereaksi
terhadap situasi tersebut dengan berpikir, "Hari ini aku sangat beruntung
untuk bertemu orang-orang seperti ini, saya bodoh berada di sini pada bus
ini", maka Anda sedang menciptakan penderitaan.
Kita bertemu seseorang di suatu tempat dalam hidup kita dan pada titik
tertentu, kita masing-masing harus berjalan menurut jalan hidup kita. Sehingga
kita merasa sedih. Itu adalah penderitaan.
Jika Anda tidak mencoba untuk mengalami pertemuan atau perpisahan dengan penuh
kesadaran, seperti apa adanya, tapi bereaksi - lagi, Anda sedang menciptakan penderitaan dari semua kejadian tersebut. Kita
menginginkan mobil Mercedes Benz dan kita mendapatkannya. Kita bahagia namun
sekarang orang mengatakan BMW, atau Rolls Royce lebih baik dan lebih mewah.
Kita tidak lagi puas dengan Mercedes Benz yang kita miliki. Ini adalah penderitaan. Kita merasa frustasi di
tempat kerja. Ini adalah penderitaan.
Kita mengharapkan ucapan terima kasih dari seseorang, dari bos kita, ataupun
dari tetangga kita tetapi kita dikritik sebagai gantinya. Oleh karena itu, ini
adalah penderitaan. Untuk mendapatkan
pujian adalah hal yang lumrah. Sebuah apresiasi adalah hal yang baik. Tetapi
jika hal tersebut membuat kita terjebak dalam hal seperti penghargaan dan
kemudian kita melekat untuk itu. Kita akan terus menerus berharap mendapatkan
lebih dan lebih. Ini adalah penderitaan.
Kita menginginkan anak-anak kita untuk berperilaku dengan cara tertentu tapi
ternyata kadang kenyataan justru sebaliknya. Sehingga kita merasa kecewa.
Kekecewaan juga merupakan Penderitaan.
Semua hal tersebut memiliki sifat dasar dari timbul dan
tenggelam. Mereka datang dan pergi.
Jadi
apa yang harus kita lakukan? Ada dua hal yang dapat kita lakukan, pertama
adalah dengan mengakui adanya penderitaan atau dukkha
dan kemudian kita mencoba untuk memahami sifat alaminya. Artinya bahwa
kita mencoba untuk memahaminya sebagimana apa adanya dan mencoba merasakannya
apa adanya tanpa bereaksi dengan cara yang umum dan merasakan penderitaan
karena perubahan itu serta tidak memberikan suatu nilai. Sang Buddha pernah berkata,
"Lihatlah dunia sebagai kesenangan, kemudian sebagai bahaya dan kemudian
ada pembebasan dari bahaya itu." (Assada, adinava, dan nissarana).
Dengan pemahaman tentang penderitaan atau dukkha,
cinta kasih mulai tumbuh didalam hati kita. Penderitaan adalah merupakan objek
dari cinta kasih.
Semoga semua makhluk berbahagia.
Be happy. ☺
No comments:
Post a Comment