Categories

Monday, May 11, 2015

Pemblokiran Situs Bermuatan Radikal di Indonesia


Kebijakan pemblokiran situs-situs Islam yang diduga bermuatan isu radikalisme memicu polemik cukup serius di tengah masyarakat. Ibarat pisau bermata dua, kebijakan tersebut memang dilematis.
Fakta yang ada saat ini, cukup sukit untuk melacak situs-situs yang memuat konten radikal. Keberadaannya sulit dilacak karena umumnya isu radikal dimasukkan secara diam-diam, menyusup melalui konten-konten di beberapa media tertentu dan dalam jangka waktu pemuatan yang acak. Selain itu, pencarian kata kunci mengenai isu radikalisme pun sering kali tidak tepat karena bisa jadi bermacam-macam hasil temuannya, misakan konten himbauan, peringatan, dan bahkan terkadang berupa konten humor.
Hal tersebut berbeda dengan kasus pemblokiran situs porno dan perjudian, di mana umumnya memiliki kata kunci pencarian yang populer. Kalaupun ditemukan situs yang bermuatan radikal, umumnya tingkat pelaporan masyarakat masih sedikit, sehingga proses penindakannya pun kurang efektif. Itulah mengapa kemudian pemerintah, melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), bersikap proaktif dalam mengupayakan deradikalisasi sedini mungkin.
Sementara itu, pemblokiran situs-situs bermuatan radikal didukung penuh oleh berbagai organisasi masyarakat (ormas) Jalan, seperti Muhammadiyah dan PBNU. Ormas-ormas Islam tersebut menilai langkah Kemenkominfo memblokir situs-situs radikal sebagai langkah positif. Sebab, penyebaran radikalisme melalui media massa saat ini sangat berbahaya.
Namun, ormas-ormas Islam tersebut mengingatkan pemerintah agar cermat dalam menangani kasus pemuatan konten radikal di dunia maya. Hal ini dikarenakan pemuatan konten-konten radikal masih sukit dilacak, dan sering kali bersembunyi di balik nama situs-situs Islam. Dengan melibatkan ormas Islam dan kompenen masyarakat lainnya, maka diharapkan terjadinya filtering yang cermat dan tegas.
Kebijakan pemblokiran yang dilakukan oleh Kemenkominfo dan BNPT memiliki tujuan untuk mederadikalisasi sejak dini paham-paham sesat yang banyak menyasar pengguna dunia maya. Adapun penggunaan media-media Islam sebagai tempat untuk menyusupkan paham-paham radikal membuat pemerintah merasa perlu untuk segera menindak lanjutinya melalui pemblokiran. Diharapkan pemblokiran dapat menjadi efek jera bagi media-media Islam terkait untuk berbenah agar lebih baik ke depannya. Pemblokiran juga menjadi cambuk pengingat bagi situs-situs yang memuat konten radikal untuk mematuhi peraturan yang ada guna mendukung keamanan dan ketertiban nasional.
Namun, situs-situs yang diblokir  tersebut umumnya telah terlalu jauh berbicara keluar dari aspek keislaman, yang justru dapat menimbulkan kebencian dan benih-benih berkembangnya paham radikal. Ajaran Islam yang lebih pada multikulturalisme lah yang seharusnya dikeluarkan mengingat kondisi kebangsaan kita yang berada di bawah naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Jika kita tarik terlalu jauh dalam konteks bernegara, kita akan jatuh pada sikap untuk berbuat kekerasan dan menyebar kebencian di tengah masyarakat. Secara umum komunitas Muslim yang tidak terakomodasi dalam ruang yang lebih terlembaga, mudah sekali menarik garis permusuhan. Jika ada hal yang bertentangan dengan hal yang diyakininya, maka akan dimusuhi secara langsung. Bahkan dalam tingkatan yang lebih radikal, hal-hal yang berlawanan dengan keyakinan kelompok terkait dapat dianggap sebagai pengkafiran. Benar-benar paham yang harus segera ditanggulangi agar tidak berkembang lebih jauh di tanah air.

Menurut saya, pemblokiran tersebut telah tepat, namun pemerintah perlu menyediakan ruang dialog dengan pengelola situs-situs terkait guna menyampaikan visi kebijakan memerangi radikalisme. Jika memang nantinya tidak ada titik terang, maka sebaiknya pemerintah tegas menutup situs yang bermasalah guna mematikan rantai penyebaran paham radikal di Indonesia.

No comments:

Post a Comment