Presiden Jokowi menolak dana aspirasi DPR – dengan memaksa Jusuf Kalla ikut menolak. Presiden Jokowi seperti biasa membuat keputusan bernalar dan didasari keberanian. Padahal dana aspirasi DPR sudah disetujui oleh DPR dan dinginkan oleh DPR termasuk partai pengusung PDIP dkk. Apa pertimbangan atas penolakan tersebut? Penolakan tegas Presiden Jokowi pun diambil dengan memaksa Jusuf Kalla berubah pikiran menjadi setuju dengan penolakan Jokowi. Mari kita telaah keputusan itu berdasarkan pertimbangan logis bernalar dengan keberanian dengan hati gembira ria senang sentosa bahagia suka-cita pesta pora menikmati keberanian sikap Presiden Jokowi selama-lamanya senantiasa.
Pertama, dana aspirasi DPR beraroma
korupsi. Karena beraroma dan memberi ruang korupsi, Presiden Jokowi dengan
tegas menolak usulan para parpol untuk memberikan dana aspirasi DPR sebesar Rp
20 miliar per dapil. Usulan DPR itu menjadikan lembaga DPR berlaku sebagai
lembaga eksekutif. Secara nalar yang benar, usulan DPR tidak masuk akan dan
hanya akan digunakan untuk melakukan korupsi, karena mayoritas kepala daerah
dikuasai oleh partai oposisi parlemen. Dengan demikian aroma KKN menjadi
semakin kencang. Pun tidak ada pengawasan yang memadai, dan menyalahi aturan.
Kedua, menimbulkan kekacauan penggunaan
dana APBN. Namun demikian, karena psikologi politik dan gaya DPR yang
memelintir tekanan – dan kompromi – kepada Presiden Jokowi, wacana oleh DPR
dibiarkan menggelinding dan mendapatkan tempat dalam perdebatan publik. Hasil
dari pemantauan dan pengamatan politik yang didapatkan, Presiden Jokowi
menyimpulkan bahwa terkait dana aspirasi akan menimbulkan kerancuan penggunaan
dana APBN tersebut.
Ketiga, dana aspirasi DPR digunakan
oleh DPR untuk mendelegitimasi Presiden Jokowi. Dengan Presiden Jokowi
menyetujui dana aspirasi maka Presiden Jokowi dianggap membuat keputusan
tercela dan tidak bernalar. Peran eksekutif diberikan kepada lembaga
legislative tanpa pengawasan. Presiden Jokowi akan menuai cercaan rakyat.
Daripada dicerca oleh rakyat, mendingan hanya dicerca oleh DPR.
Keempat, dana aspirasi digunakan untuk
membuat politik gaduh DPR. Untuk dana aspirasi, disetujui atau tidak disetujui
oleh Presiden Jokowi, dana aspirasi DPR akan digunakan untuk menelikung secara
politik oleh DPR. DPR tetap gaduh. Maka melihat gelagat tidak beres DPR, dengan
cerdas Presiden Jokowi mengambil sikap tegas: menolak penganggaran dana
aspirasi. Dan … Presiden Jokowi berhadap-hadapan dengan DPR. Sudah biasa.
Kelima, dana aspirasi dianggap sebagai
dana politik kompromi oleh rakyat. Rakyat melihat Presiden Jokowi tunduk kepada
DPR dan dianggap penakut oleh rakyat. Sikap tegas Presiden Jokowi itu untuk
menjawab keraguan akan sikap Presiden Jokowi terkait berbagai hal yang tak
masuk akal oleh DPR.
Dengan menolak secara tegas dana
aspirasi DPR dipastikan akan menimbulkan implikasi politik yang sangat menarik.
Yakni, (1) DPR akan semakin berusaha mencari celah menjatuhkan Presiden Jokowi
karena gagal memaksakan pencarian dana segar korupsi oleh DPR – sekarang seret
proyek untuk kongkalikong seperti gambaran di DPRD DKI. Lalu (2) di sisi
lain DPR akan menjadi bawah tertawaan rakyat akibat ketegasan Presiden Jokowi
menolak dana aspirasi DPR. Akibatnya, (3) Presiden Jokowi akan mendapatkan
apresiasi tinggi dari rakyat.
Sebelum penolakan dilakukan,
pertimbangan menyetujui atau menolak bergulir selama sekitar dua bulan. Dari
pemberitaan, dana aspirasi DPR bisa menjadi bola liar yang tidak menguntungkan
secara politik, yakni DPR akan menelikung dengan isu dana aspirasi ini. Bahkan
Jusuf Kalla pun ikut mendukung dana aspirasi DPR, namun dia menyebutkan
besarannya tidak sama antar dapil. Namun, intinya Jusuf Kalla menyetujui dana
aspirasi DPR.
Sedangkan Presiden Jokowi belum
mengambil sikap. Namun, informasi dan reaksi media dan publik menunjukkan
mayoritas orang waras menolak usulan tak masuk akal dan koruptif DPR yang
mengajukan dana aspirasi. Selain itu, melihat gelagat yang hanya menguntungkan
DPR itu, maka Presiden Jokowi dengan tegas menolak dana aspirasi termasuk
memaksa Jusuf Kalla menerima keputusan Presiden Jokowi. Jadi, Kalla pun setuju.
Sebenarnya di balik penolakan dana
aspirasi DPR ini, Presiden Jokowi berhasil melakukan konsolidasi politik yang
hampir selesai. Presiden Jokowi, melakukan perhitungan matang dan memaksa faksi
yang berseberangan dengan Presiden Jokowi, seperti Jusuf Kalla, untuk mengikuti
keputusan normal dan bernalar. Dasar paling mendasar adalah disetujui atau
ditolaknya dana aspirasi tak akan mengubah tabiat nafsu politik di DPR yang
hanya menyuarakan kantong pribadi DPR, bukan aspirasi rakyat.
Dengan demikan, ketegasan menolak dana
aspirasi DPR ini sungguh merupakan keberanian yang rakyat akan bersukacita –
sementara DPR akan semakin tertantang menjungkalkan program atau bahkan
Presiden Jokowi sendiri – namun rakyat tetap mendukung Presiden Jokowi bersama
TNI-Polri. Adios dana aspirasi DPR.
No comments:
Post a Comment